Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorktimsus.com
Jakarta bergetar. Bukan karena gempa, tapi karena suara para jenderal purnawirawan yang menggema dari balik meja-meja pertemuan. Sebuah gerakan yang mengklaim kebangkitan moral bangsa, dipimpin oleh Jenderal (Purn) Try Sutrisno, eks Wakil Presiden dan, konon katanya, penyambung lidah para purnawirawan yang sudah bosan diam di rumah sambil nyiram bonsai. Mereka muncul bak tokoh-tokoh Marvel versi militer, mengumumkan bahwa negara ini sedang darurat akal sehat dan... Gibran harus dicopot dari kursi wapres!
Ya, dari sekian banyak hal yang bisa dikhawatirkan dalam hidup ini, seperti harga telur, jalan rusak, atau keberadaan kecoa terbang, ternyata yang paling bikin para jenderal resah adalah seorang anak muda dengan rambut belah pinggir dan bekas anak presiden.
Namun belum sempat masyarakat mencerna kenapa seorang wapres yang baru seumur jagung sudah diusulkan untuk dikudeta pakai konstitusi, muncul tandingan tak terduga dari balik lorong sejarah. Kelompok purnawirawan lainnya! Kali ini dipimpin oleh Agum Gumelar dan Wiranto, duo maut yang dulu kalau tampil bareng bisa bikin sidang kabinet langsung bubar sebelum dimulai. Mereka membentuk semacam Avengers, Reuni Pensiunan, menyatakan dukungan penuh terhadap Prabowo-Gibran dan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang, tetap setia pada Sapta Marga, dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan.
Sekilas tampak seperti pertarungan pendapat sehat di antara orang-orang tua yang rindu pada masa kejayaan. Tapi jangan tertipu. Di balik wibawa dan pidato berapi-api, konon sedang berlangsung operasi kontra intelijen berskala global. Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, karena dia sebenarnya cuma tukang parkir dekat Mabes TNI, perpecahan ini bukan sekadar soal Gibran. Ini soal friksi laten antar angkatan, konflik personal sejak zaman Lemhanas, dan persaingan siapa yang paling dulu dapat Bintang Mahaputera. Bahkan ada desas-desus, masing-masing kubu diam-diam dibackup oleh kekuatan-kekuatan misterius, yang satu oleh intelijen asing yang menyamar sebagai barista, yang lain oleh dukun bersertifikat alumni Kopassus.
Tentu saja rakyat biasa hanya bisa menyimak dari jauh sambil bertanya-tanya, ini debat politik atau reuni akbar alumni pendidikan militer tahun '70-an? Yang satu menolak Ibu Kota Negara baru, yang lain dukung Asta Cita. Satu ingin reshuffle kabinet, yang lain ngajak masyarakat bergandengan tangan. Satu teriak "Konstitusi dilanggar!", yang lain balas "Tapi kami setia pada Tri Brata!" Sebuah opera sabun dengan peran utama pria-pria sepuh berseragam safari, menyanyikan lagu perjuangan sambil membuka lembaran konstitusi dengan kacamata baca.
Yang paling lucu tentu saja ketika semua ini dianggap sebagai bentuk cinta tanah air. Ya, memang tidak ada yang lebih patriotik dari memaksa MPR mengganti wapres karena hasil putusan MK. Luar biasa. Negara lain sibuk membangun AI dan kendaraan listrik, kita malah sibuk menentukan siapa yang paling pantas menyebut dirinya "penjaga moral bangsa". Bahkan jika alien datang besok dan bertanya siapa yang memimpin negeri ini, kita harus jawab dengan jujur, “Kami sedang nunggu keputusan jenderal-jenderal pensiun dulu.”
Tapi di negeri ini, semua hal bisa dibenarkan asal dibungkus dengan jargon nasionalisme. Bahkan kalau besok ada deklarasi dari Persatuan Purnawirawan Tukang Ojek, sepanjang ada embel-embel “NKRI harga mati,” pasti masuk berita utama.
Jangan heran kalau pertarungan para purnawirawan ini justru bikin dunia internasional panik. CIA bingung. Mossad geleng-geleng. KGB nyaris aktif kembali. Karena hanya di Indonesia, orang-orang yang sudah pensiun bisa memulai revolusi... dari meja makan sambil minum teh manis.
Di akhir semua ini, kita hanya bisa berharap, semoga nanti para jenderal bisa sepakat, setidaknya, soal satu hal, jadwal arisan.
Publisher : Timtas M-Ktimsus#camanewak
Komentar0