Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Setelah heboh 103 jenderal vs 1 Gibran, kali ini muncul drama lain. Seorang preman tobat vs jenderal berpengaruh. Siapkan kopinya, wak. Sepertinya ini sangat seru untuk dinikmati sambil ngemil kuaci.
Sutiyoso, alias Bang Yos, mantan gubernur, mantan panglima, mantan kepala BIN, pokoknya mantan segala yang berbau elit negara, melontarkan kritik soal ormas-ormas sipil yang makin doyan pakai seragam militer. “Kalau semua pakai loreng, nanti tentara yang asli dikira anak paskibra,” kurang lebih begitu nadanya.
Masuklah Hercules Rosario Marshal, eks preman Tanah Abang, eks algojo zaman konflik, kini Ketua Umum GRIB Jaya yang konon telah “bau surga” karena rajin sedekah. Tak terima dengan sindiran seragam, Hercules pun membalas dengan ucapan, “Mulutmu sudah bau tanah!”
Tiba-tiba bumi berhenti berputar sejenak. Dua kata itu, bau tanah, meledak seperti granat verbal. Netizen terbelah, warung kopi jadi forum diskusi nasional, bahkan tukang parkir ikut debat.
“Bau tanah” bukan cuma kasar, tapi seolah mengejek maut, memanggil azab. Sebuah sindiran yang tidak hanya menyerang pribadi, tapi menggetarkan memori para veteran. Di sanalah Gatot Nurmantyo, eks Panglima TNI, muncul bak boss terakhir game perang, “Kurang ajar itu orang!”
Hercules pun panik. Dalam 24 jam, dia berubah dari garang ke galau. “Saya minta maaf ke Bang Yos, ke keluarganya, ke anak cucunya. Saya baru pulang umrah, mungkin masih jet lag.” Klarifikasinya pun berbau menyesal sekaligus menye-menye.
Namun Bang Gatot tak lunak. Ia tetap mengecam. Hercules balik nyolot lagi, “Saya tidak takut sama kamu!” Konflik pun makin seru, lebih dramatis dari sinetron Ramadan.
Di tengah kegaduhan, Mendagri Tito Karnavian masuk arena dengan ide cemerlang, ormas harus diatur! Ormas sipil berseragam bakal diaudit dan diawasi. Sebab kalau ormas bisa pakai loreng dan intimidasi warga, lama-lama semua RW bisa punya pasukan sendiri.
Masalahnya, di negeri ini, loreng bukan sekadar motif, tapi simbol kekuasaan, kejantanan, dan kadang... jatah proyek. Ormas berbaju militer sering dipakai untuk mengawal lahan, mengatur parkir, bahkan menggetok kepala lawan politik. Maka ketika disindir, mereka merasa tersinggung seperti pahlawan diremehkan.
Lucunya, semua pihak merasa paling NKRI. Hercules mengaku cinta Pancasila, rajin menyantuni anak yatim, dan seragamnya katanya sah karena dijahit oleh tukang jahit halal dan disetrika pakai niat baik. Bang Yos merasa sebagai penjaga moral negara, dan Gatot merasa sedang membela kehormatan seragam baret merah.
Publik pun ternganga. Negara yang seharusnya sibuk memikirkan harga cabai malah diributkan oleh duel kata antara masa lalu yang penuh darah dan masa kini yang penuh drama. Preman ingin jadi panutan, jenderal ingin tetap disegani, dan rakyat? Masih bermimpi sejahtera.
Beginilah Indonesia, tanah di mana sinetron kehidupan lebih absurd dari FTV. Negara yang bisa terguncang hanya karena dua kata “bau tanah”. Di sinilah panggung politik, keamanan, agama, dan pencitraan bertubrukan jadi satu. Tidak ada yang benar-benar salah, tapi semua tampak kocak dalam balutan serius.
Silakan lanjutkan adu loreng, wahai para pendekar republik. Kami rakyat akan terus menonton, sambil ngopi dan nyicil utang.
Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak
Komentar0