Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Mungkin ini yang dinamakan keajaiban. Dua kali ditinggal pesawat, bukan oplet ya, eh pesawatnya malah balik lagi. Jemput jemaah yang ditinggal sendirian di bandara. Sungguh di luar nalar. Mari kita kulik cerita dari Libya sambil seruput kopi tanpa gula, wak.
Ceritanya begini. Di sebuah bandara sunyi bernama Sebha, Libya, yang mungkin hanya dikenal oleh pilot, petugas imigrasi, dan Tuhan, berdiri tegak seorang lelaki dengan nama panjang, napas panjang, dan niat yang lebih panjang dari antrean visa, Amer Al Mahdi Mansour Al Gaddafi. Ya, benar, Gaddafi. Bukan Gaddafi yang itu, tapi cukup Gaddafi untuk membuat petugas imigrasi mendadak berdiri, memanggil atasan, dan membuka laptop seperti sedang memburu teroris internasional.
Amer tidak sedang merencanakan kudeta. Ia hanya ingin naik haji. Tapi sistem dunia terlalu sibuk curiga. Dokumennya dianggap mencurigakan. Namanya dianggap politis. Niat sucinya dianggap salah alamat. Maka, ditahannya ia di bandara. Pesawat berangkat tanpa dia. Kursinya kosong, tapi tidak cukup kosong untuk menggugah hati para petugas. Amer pun bergeming. Ia tidak pulang. Ia tidak mengutuk. Ia tidak kabur ke gurun dan membentuk negara baru. Ia hanya berdiri sambil berdoa, memeluk sabarnya sendiri, dan mengirim sinyal SOS ke langit.
Langit… menjawab.
"Pesawatnya rusak."
Bukan sekali. Tapi dua kali. Pesawat yang hendak meninggalkan Amer justru ditinggalkan oleh fungsi teknisnya sendiri. Seolah-olah baut pesawat itu berkata, “Maaf, kami tidak bisa ikut jika tuan Gaddafi belum naik.”
Pilot panik. Teknisi panik. Bahkan burung-burung di landasan pacu ikut merunduk. Ini bukan sekadar delay. Ini drama surgawi. Mekanika penerbangan dihentikan oleh kekuatan yang tidak bisa dijelaskan oleh manual maskapai mana pun.
Pesawat balik lagi. Ketika hendak mencoba terbang untuk ketiga kalinya, pilot bertanya, dengan suara yang entah datang dari hati nurani atau wahyu dadakan,
“Itu Amer Al Mahdi Mansour Al Gaddafi udah naik belum?”
Belum, Captain. Masih ditolak oleh meja kecil penuh cap dan kertas-kertas suci imigrasi.
Pilot pun mengambil keputusan yang membuat seisi bandara seolah mendadak masuk ke dalam episode sinetron religi Ramadan.
“Kalau begitu, kita tidak berangkat tanpa dia.” Pilot sepertinya tahu, kalau terbang tanpa Amer, pesawatnya bisa balik lagi untuk ketiga kalinya.
Seketika, langit bertepuk tangan. Malaikat mungkin menari. Dan Amer? Akhirnya ia naik pesawat. Bukan sebagai penumpang biasa, tapi sebagai tamu Allah yang disambut oleh sistem aviasi dunia. Kursinya yang tadinya kosong, kini penuh. Tapi lebih dari itu, ia telah memenuhi panggilan.
Karena begini, wak! Haji itu bukan soal duit, bukan soal biro travel, dan bukan soal ente punya kerabat di Kemenag. Haji itu soal panggilan. Kalau Allah udah panggil, maka visa akan tunduk. Mesin akan mogok. Pilot akan berubah jadi wali dadakan. Dunia akan berhenti sejenak hanya untuk memberimu jalan.
Amer Al Mahdi Mansour Al Gaddafi bukan hanya naik haji. Ia diantar oleh keajaiban. Ia didorong oleh tekad. Ia dipertahankan oleh langit.
Engkau yang masih menunda-nunda haji karena takut cuti habis, takut tiket mahal, takut kulit terbakar matahari Mekkah, renungilah kisah ini. Jika Amer bisa bikin pesawat dua kali batal lepas landas, maka nuan pun bisa bikin ATM-mu rela meleleh demi memenuhi panggilan-Nya.
Jangan menunggu keajaiban. Jadilah keajaiban. Niatkan pergi haji sekarang dengan cara menabung. Setelah itu, berdoalah. Siapa tahu panggilan Allah datang tanpa siapa pun bisa menghalanginya. Untuk saat ini kita menghadiri kawan yang selamatan pergi haji. Siapa tahu, tahu depan depan giliran kita mengundang kawan-kawan untuk menikmati hidangan selamatan juga di rumah sendiri.
Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak
Komentar0