TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Dosen Itu Tewas di Tengah Gurun Menuju Rumah Tuhan

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Tak ada yang lebih menyedihkan dari melihat seorang manusia wafat dalam perjalanan menuju Tuhan. Bukan karena ia durhaka, tetapi karena terlalu rindu.

Namanya SM. Seorang dosen dari sebuah universitas Islam di Madura. Ia bukan siapa-siapa di mata dunia, tapi di matanya sendiri, ia seorang tamu Tuhan yang sedang mencari jalan pulang. Ia tahu bahwa haji adalah kewajiban sekali seumur hidup. Ia tahu bahwa Makkah adalah titik pertemuan manusia dengan langit. Ia tahu bahwa barangkali, di antara semua doa yang terucap sejak kecil, satu yang belum tercapai adalah menyentuh Kakbah dengan tangan sendiri, dan mengadu langsung kepada Sang Pemilik Semesta. Namun, hidup tak selalu memberi tiket resmi untuk kerinduan.

SM hanya punya visa ziarah multiple. Sebuah dokumen yang dalam logika dunia hanyalah tiket tamasya, bukan undangan haji. Tapi apakah Tuhan peduli soal visa? Apakah keikhlasan seseorang bisa ditolak hanya karena ia tidak memegang barcode? Barangkali tidak. Tapi dunia, dan aturan dunia, sudah lama tidak meniru cara Tuhan mencintai manusia.

Bersama beberapa WNI lain, SM menumpang taksi ilegal, menyusuri padang tandus yang diguyur matahari seperti api. Sopir taksi panik di tengah jalan. Drone militer Arab Saudi berkeliaran di langit. Pengawasan supercanggih itu tak hanya melacak teroris, tapi juga mereka yang ingin mencium Hajar Aswad tanpa izin tertulis. Takut ditangkap, sang sopir menurunkan mereka di tengah gurun Jumum. Tidak ada teduh. Tidak ada tempat berteduh. Hanya pasir dan langit yang saling membakar.

Di sinilah takdir menemukan SM. Dehidrasi, tubuhnya mulai melemah. Ia bukan lagi seorang dosen. Bukan lagi warga Madura. Ia bukan turis, bukan jamaah resmi. Ia hanya manusia biasa yang mencoba memeluk Tuhan dari arah yang berbeda menurut dunia. Ia tergeletak, lalu tak bangun lagi. Tubuhnya ditemukan tak bernyawa oleh patroli drone, teknologi tercanggih untuk melacak mereka yang ingin beribadah tanpa kartu izin.

Kemenag Pamekasan bungkam. Kepala kantornya mengatakan bahwa seluruh jajaran dilarang bicara soal jamaah haji ilegal. Seolah-olah kisah ini harus dibungkam, agar dunia tak tahu bahwa ada orang yang mati karena terlalu ingin menyembah.

Tapi Kepala Desa Blumbungan membenarkan. SM memang warganya. Kabar kematiannya sudah tiba lebih dulu dari jenazahnya.

Di sisi lain, Pemerintah Arab Saudi memperketat pengawasan. Tahun ini, lebih dari 269.000 orang dicegat karena mencoba masuk Makkah tanpa izin. Lebih dari 23.000 penduduk Saudi sendiri dikenai sanksi. Sebanyak 400 perusahaan haji dicabut izinnya. Negara itu kini bukan sekadar penjaga dua tanah suci, tapi juga pengelola sistem keamanan spiritual yang lebih ketat dari bandara internasional.

Haji, ibadah yang harusnya menjadi ziarah cinta, kini berubah menjadi operasi militer. Siapa yang sah dan siapa yang tidak sah, ditentukan oleh sensor dan administrasi. Padahal tak ada satu pun ayat yang mengatakan bahwa Tuhan hanya menerima tamu dengan visa resmi.

SM tewas di gurun. Tapi barangkali, di langit, Tuhan menyambutnya dengan peluk hangat, lebih hangat dari pasir yang membakarnya. Karena hanya Tuhan yang tahu, siapa yang datang dengan cinta, dan siapa yang hanya datang karena bisa.

Kini, SM tak perlu barcode lagi. Ia telah tiba di hadapan-Nya. Tanpa izin, tanpa drone, tanpa loket. Hanya dengan air mata dan niat yang tak pernah tercatat dalam sistem manusia.

Publisher : Timtas M-Ktimsus#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.