TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Kelemahan Terbesar Iran adalah Pengkhianatan dari Dalam

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Saya rasa setiap dari kita pernah merasakan dikhianati. Istri dikhianati suami (selingkuh). Presiden mengkhianati rakyat. Artinya, pengkhiatan itu menyakitkan dan merusak. Itulah yang terjadi dengan Iran saat perang melawan Israel. Ada pengkhiatan dari dalam yang menyebabkan Israel dengan leluasa menyerang target yang diinginkannya. Mari disimak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Iran, negeri para ayatollah dan nuklir setengah jadi, baru saja membuktikan ulang teori tua, bahwa negara bisa dibakar habis bukan oleh serangan dari luar, tapi oleh api kecil di dalam yang menyala di saku para pengkhianat.

Selama 12 hari penuh ledakan dan ancaman nuklir, dari 13 hingga 24 Juni 2025, dunia melihat Iran berperang dengan Israel dan Amerika Serikat. Tapi di balik jerit rudal dan dentam bom, ada pertempuran sunyi yang lebih mematikan, Iran menangkap lebih dari 700 orang warganya sendiri yang dituduh menjadi mata-mata Israel. Tujuh ratus! Kalau itu satu sekolah, bisa dibentuk tim paskibra, marching band, dan panitia pensi sekaligus.

Tiga dari mereka langsung diputuskan tak perlu ikut hari esok, dieksekusi mati di Penjara Urmia, setelah terbukti bekerja untuk Mossad, menyamar sebagai pedagang barang elektronik, dan mengirim perangkat keras untuk aksi teror… dibungkus sebagai pengiriman alkohol. Plotnya sekompleks sinetron Ramadhan, terorisme dibungkus kardus anggur.

Provinsi-provinsi tempat penangkapan itu, Kermanshah, Isfahan, Khuzestan, Fars, Lorestan, adalah jantung budaya dan ekonomi Iran. Artinya, pengkhianatan tidak terjadi di pinggiran, tapi menyusup sampai ke sumsum tulang negara. Para agen ini mungkin pernah mengisi formulir pajak, ikut upacara Hari Revolusi, dan salat berjamaah, sembari diam-diam mem-forward data ke Tel Aviv.

Inilah hal paling mengerikan dari pengkhianatan. Ia selalu datang dengan wajah yang dikenali. Dalam kitab sejarah mana pun, dari Troya yang dibakar dari dalam lewat kuda kayu, sampai Kekhalifahan Abbasiyah yang diruntuhkan karena korupsi birokratnya sendiri, musuh sejati bukanlah yang datang membawa bendera, tapi yang memelukmu dengan pisau di balik punggung.

Israel, seperti biasa, bertindak dengan gaya James Bond bercampur Netanyahu. Operasi besar-besaran ke Iran dimulai pada 13 Juni 2025 dengan dalih program nuklir rahasia. Iran pun membalas lewat Operasi True Promise III, yang membuat langit Israel bersinar bukan karena bintang, tapi karena rudal.

Amerika Serikat pun tak mau ketinggalan. Tiga fasilitas nuklir Iran dihantam pada 22 Juni oleh pasukan AS: Natanz, Fordow, dan Isfahan. Dan Donald Trump, yang kembali jadi presiden entah lewat pemilu atau sitkom, muncul dengan ultimatum seperti ayah tiri galak, “Damai, atau kalian akan lihat amarah Amerika yang sesungguhnya.”

Iran membalas dengan rudal ke pangkalan udara Al Udeid di Qatar, tapi sebagian besar dicegat. Satu lolos, tapi tidak menimbulkan korban. Mungkin rudal itu juga bingung, “Gue ke sini ngapain, ya?”

Saat dunia nyaris mendidih, tiba-tiba... gencatan senjata diumumkan. Dunia lega, lalu bingung, lalu takut lagi. Karena semua tahu, tak ada gencatan senjata bagi pengkhianatan.

Sejarah punya daftar panjang bangsa yang runtuh dari dalam:

• Kekaisaran Romawi diporak-porandakan bukan oleh kaum barbar, tapi oleh senator korup dan jenderal yang membelot.

• Khilafah Utsmaniyah ditikam bukan hanya oleh Inggris dan Prancis, tapi oleh nasionalis provinsi yang disuap dengan janji palsu.

• Uni Soviet bubar bukan oleh invasi, tapi oleh birokrasi yang sudah busuk sampai akar.

• Irak hancur karena para jenderal Saddam yang lebih sibuk menyelundupkan emas ke luar negeri daripada melawan invasi AS.

Sekarang, Iran. Tak perlu dihancurkan oleh bom termonuklir kalau dalam sistem sudah tertanam 700 kutil intelijen asing.

Pengkhianatan adalah senjata tak terlihat. Tak bersuara, tak berjejak. Tapi ketika ia meledak, lebih mematikan dari seribu rudal, karena menghancurkan sesuatu yang lebih rapuh dari kota: kepercayaan.

Maka, wahai dunia, berhati-hatilah. Negara yang paling kuat bukan yang punya ribuan nuklir. Tapi yang bisa menjaga hatinya tetap utuh. Sebab ketika pengkhianat sudah jadi tukang pos, tukang masak, atau tukang selfie di tempat rahasia militer, kita tinggal menunggu hitungan mundur yang bahkan tak terdengar.

Ketika hari itu tiba, tak ada musuh yang perlu menembak. Karena kita akan meledakkan diri sendiri. Dengan tangan pengkhianat. Yang mungkin... sedang duduk di sebelahmu.

Publidher : Krista#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.