Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Bentar lagi, kita akan mengibarkan bendera merah putih di depan rumah. Saya tadi memeriksa, di mana tiang bendera disimpan. Ketemu, ada di atas kitchen set. Bendera dari lemari bersiap dikeluarkan untuk dikibarkan. Cuma, saya tak bahas itu, melainkan bahas sebuah fenomena absurd. Adanya ajakan mengibarkan bendera one pierce alias bendera bajak laut. Mari kita ungkap fenomena ini sambil seruput kopi di warkop reot Jl Haruna Pontianak.
Agustus segera tiba, tanda bangsa ini memperingati hari kemerdekaan. Jelang perayaan, bangsa ini dikejutkan oleh gelombang keberanian yang tidak tercantum dalam Pancasila, ajakan pengibaran bendera bajak laut bertopi jerami di mana-mana. Di balkon, di motor, di warung kopi, bahkan konon di tiang bendera kantor kelurahan. Kalau Bung Karno masih hidup, beliau mungkin akan memeluk patung Garuda sambil berbisik, "Maafkan aku, Indonesia, anak-anakmu lebih memilih Luffy."
Presiden Prabowo sudah bersuara lantang. Kibarkan Merah Putih sepanjang Agustus, demi perayaan 80 tahun kemerdekaan. Tapi rakyat (entah rakyat mana) justru menyambut dengan Luffy's Jolly Roger, simbol anime One Piece yang katanya lebih representatif dari pada lambang negara. Mengapa? Karena bajak laut itu katanya melambangkan kebebasan, perlawanan terhadap sistem korup, dan solidaritas kru yang tak bisa dibeli oleh utang luar negeri atau proyek strategis nasional.
Fenomena ini tidak main-main. Dari Grobogan sampai Tulungagung, dari TikTok sampai X, viralnya sudah seperti minyak goreng saat resesi, cepat menyebar dan susah hilang. Ribuan video memperlihatkan bendera One Piece berkibar lebih gagah dari Merah Putih, bahkan disertai caption mengharukan seperti, “Maafkan kami Jenderal. Jika di bulan Agustus ini lebih banyak bendera One Piece yang berkibar dibanding Merah Putih, itu bukan karena kami tidak mencintai Indonesia. Justru karena kami terlalu mencintai negeri ini.” Sangat patriotik, dalam nuansa cosplay.
Bagi sebagian orang, ini adalah puncak dari nasionalisme pop culture. Generasi Z, yang lebih hafal nama kru Bajak Laut Topi Jerami dari sila keempat, merasa bendera Luffy lebih otentik dibanding dokumen negara. Karena di negeri ini, idealisme sering dibungkus plastik tipis, dibeli melalui e-catalog, dan dikirim pakai truk logistik yang molor dua bulan.
Dari sisi hukum, UU No. 24 Tahun 2009 sebetulnya melarang Merah Putih dikibarkan sejajar atau di bawah bendera non-negara sahabat. Tapi bagaimana hukum menghadapi ribuan anak muda yang pakai bendera One Piece sambil menyanyikan "Indonesia Raya" versi remix DJ TikTok? Apakah kita akan menggugat Luffy di Mahkamah Konstitusi? Atau minta klarifikasi ke Eiichiro Oda, sang pencipta, apakah benderanya bermuatan subversif?
Sungguh ini bukan sekadar insiden bendera. Ini adalah refleksi filsafat merdeka dari generasi yang tidak mau patuh, tapi masih peduli. Mereka tidak turun ke jalan, tidak merusak fasilitas umum, hanya mengganti bendera dan memancing debat eksistensial. Apakah Merah Putih masih cukup kuat menyatukan kita? Ataukah kita harus menambahkan satu elemen baru di lambang negara, topi jerami dan semangat melawan tirani?
Di tengah absurditas ini, satu hal menjadi jelas, semangat merdeka tak selalu hadir lewat seremoni resmi, kadang ia muncul lewat satire dan bendera fiksi yang lebih jujur dari pidato kenegaraan. Maka mari kita rayakan HUT RI ke-80 dengan refleksi mendalam, bahwa kebebasan berpikir, walau dibungkus anime, tetap sah sebagai wujud cinta pada negeri. Selama masih ada yang bersedia berkibar, entah Merah Putih atau bajak laut bertopi jerami, Indonesia belum benar-benar tenggelam.
Publisher : Krista#camanewak
Komentar0