TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Kesabaran Ridwan Kamil Habis

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Banyak follower bertanya, “Bang, gimana lanjutan kisah Kang Emil?” Padahal, berita dan cerita mantan Gubernur Jabar itu berseliweran tiada henti di medsos. Menurut mereka, kalau saya yang nulis, beda dengan yang lain, katanya. Sambil seruput kopi lagi jelang tengah malam, mari diaduk-aduk lagi kisah romansa Ridwan Kamil terbaru.

Kali ini, saya tidak sedang bercanda. Tapi juga tidak sepenuhnya serius. Karena bagaimana bisa saya serius membaca berita bahwa Ridwan Kamil, ya, Ridwan Kamil yang itu, akhirnya melaporkan seorang perempuan ke Bareskrim gara-gara dituduh punya anak darinya?

Saya ulangi. Ridwan Kamil. Lapor. Ke Bareskrim. Karena anak.  Bukan anaknya yang hilang. Bukan anaknya yang jadi korban. Tapi anak yang katanya anak beliau, tapi beliau bilang bukan anak beliau, dan suami si perempuan bilang itu anaknya dia.  Mengerti? Tidak perlu. Karena yang penting adalah absurditasnya.

Hari itu, Jumat, 11 April 2025. Suami Atalia Praratya datang sendiri ke Bareskrim. Saya ulangi, datang sendiri. Tidak pakai drone. Tidak kirim hologram. Tidak utus Dilan.  Ia datang sebagai manusia. Seorang warga negara yang lelah. Seorang ayah, suami, mantan gubernur, arsitek, seniman, dan yang terbaru tokoh utama drama biologis nasional.

Ayah dari almarhum Emmeril Kahn Mumtadz ini melaporkan seorang perempuan bernama Lisa Mariana, yang katanya... ya, katanya saja… punya anak dari beliau.  Lisa tidak sekadar mengklaim. Ia tampil di konferensi pers. Ada mic. Ada backdrop. Ada air mineral.  Ia menjelaskan bagaimana ia bertemu RK. Bertemu, katanya. Entah di mana. Entah kapan. Saya curiga, jangan-jangan bertemunya di dunia paralel. Atau di tengah mimpi basah republik ini.  

Lisa kemudian berkata: “Kami punya anak.”  Ridwan menjawab di Instagram, “Itu fitnah. Bermotif ekonomi. Didaur ulang.”  Saya jadi bertanya-tanya, fitnah macam apa yang bisa didaur ulang? Apakah seperti plastik? Atau seperti hoax lama yang dikemas ulang dalam kemasan modern?

Lisa tidak menyerah. Ia menantang, “Tes DNA saja!”  Di sinilah absurditas mencapai level yang bahkan Kafka akan menyerah menuliskannya. Tes DNA? Tentu saja boleh. Tapi siapa yang mau ambil sampel? Apakah ada sukarelawan yang cukup waras dan cukup nekat untuk masuk ke tengah pusaran ini dan mengambil sejumput air liur dari bayi yang mungkin bukan siapa-siapa, tapi juga mungkin siapa-siapa?

Lalu, datanglah Revelino. Nama ini terlalu epik untuk diabaikan. Ia muncul seperti aktor figuran yang tiba-tiba diberi dialog utama. Ia berkata: “Itu anak saya.”  

Jadi sekarang kita punya: 

- Seorang Ridwan Kamil, yang membantah.  

- Seorang Lisa Mariana, yang bersikeras.  

- Seorang Revelino, yang mengklaim.  

Dan satu anak, yang belum bicara apa-apa. Tapi semua orang ingin tahu siapa bapaknya.


Saya mencium aroma sinetron, konspirasi, dan sedikit parfum viralitas.  Apakah ini bagian dari percaturan politik menuju 2029? Apakah ini serangan hoax terstruktur, sistematis, dan... absurd?  

Atau... jangan-jangan... ini adalah awal dari teknologi baru, anak digital. Anak dari algoritma. Anak dari kombinasi AI dan rumor.

Saya tidak tahu.

Tapi saya yakin satu hal. Di negara ini, batas antara kenyataan dan absurditas sudah lama hilang. Seperti batas antara tikus dan pemimpin. Antara hukum dan settingan. Antara bayi dan buzzer. 

Ridwan Kamil? Ia tetap seperti dulu. Tegas, santai, dan sesekali memotret. Tapi kali ini, ia tidak sedang memotret trotoar atau mural.  Ia memotret absurditas zaman. Dengan gaya tenang.  Dengan wajah serius.  Dengan langkah mantap menuju Bareskrim.  Karena kadang... negara ini memang hanya bisa diselamatkan lewat laporan polisi.

Publisher : TIM-Krimsus.com :#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.