TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Kesombongan Jan Hwa Diana Runtuh, Gudang Disegel

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Kisah Jan Hwa Diana sangat epik. Walau warga se-Kota Surabaya menghujatnya, ia tetap slow. “Mane duli,” kate budak Sanggau Kalbar. Ia sombong, ada benarnya. Namun, semua itu runtuh setelah Pemkot Surabaya yang sudah “manas” menyegel gudang milik wanita berambut poni itu. Yok, kita kulik kisah dari negeri hiu dan buaya ini, tentu sambil seruput kopi, wak.

Jan Hwa Diana bukan penyanyi dangdut, bukan pula pemenang MasterChef. Tapi namanya kini disebut-sebut lebih banyak dari nama mantan. Pemilik UD Sentosa Seal, sebuah perusahaan yang katanya menjual segel, tapi entah bagaimana malah menyegel masa depan para karyawan.

Ceritanya dimulai dari satu hal sederhana, ijazah. Ya, selembar kertas yang katanya sakral itu, ditahan, dikurung, dipenjara oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Totalnya? 31 ijazah. Jumlah yang cukup untuk bikin satu sekolah berdiri.

Ketika para mantan karyawan bersuara, muncul fakta-fakta absurd yang bikin netizen bergidik sambil makan mi instan. Mulai dari gaji dipotong saat salat Jumat, hingga tidak adanya Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Tanda Daftar Gudang (TDG). Ini bukan pelanggaran biasa, wak. Ini seperti mau buka restoran tapi lupa beli kompor.

Tapi yang bikin cerita ini layak ditulis oleh Pramoedya dan disutradarai Hanung, adalah satu tokoh utama, Jan Hwa Diana sendiri. Saat laporan masuk ke Pemkot, saat media bersuara, saat karyawan menangis, saat Wakil Wali Kota mulai turun tangan, saat Wakil Menteri Tenaga Kerja bahkan ikut bersuara dan dianggap... tidak penting, Jan Hwa tidak muncul. Tidak bicara. Tidak gemetar.

Ia tetap slow. Seperti angin. Seperti uap. Seperti mantan yang ghosting tanpa dosa.

Puncaknya terjadi hari ini.

Gudang UD Sentosa Seal di Surabaya disegel. Segel bukan segel produk. Bukan segel garansi. Tapi segel dari Pemerintah Kota Surabaya, lengkap dengan stiker resmi dan tatapan tajam petugas Satpol PP.

Alasannya? Bukan satu, bukan dua. Tapi rangkap dosa administratif dan moral, penahanan ijazah, pelanggaran hak pekerja, hingga usaha tanpa izin resmi. Bayangkan, gudang segede itu beroperasi tanpa NIB dan TDG. Ibarat punya pesawat, tapi SIM-nya masih SIM C.

Namun yang bikin rakyat Surabaya naik pitam bukan hanya soal ijazah dan surat izin. Tapi karena Jan Hwa Diana tetap tidak muncul. Tidak mengeluarkan pernyataan. Tidak menghadiri penyegelan. Ia mewakilkan. Seorang karyawan tanda tangan berita acara, sementara bos besar mungkin sedang nonton Netflix dengan judul, "How to Escape Responsibility in 10 Episodes."

Publik murka. Netizen ngamuk. Komentar-komentar pedas membanjiri media sosial lebih deras dari hujan deras di Tol Sidoarjo. Warga berteriak, “Wes lah! Segel ae!” Pemkot menjawab: “SIAP.”

Kini, operasi perusahaan berhenti. Karyawan kehilangan pekerjaan. Gudang sunyi. Tapi ijazah-ijazah itu masih di sana. Diam. Menunggu dibebaskan. Seperti sandera yang pasrah. Mereka tidak butuh tebusan. Hanya butuh dilepaskan.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, turun tangan. Ia bersumpah, seperti tokoh utama film laga, bahwa ijazah akan dikembalikan. Bahwa keadilan akan ditegakkan. Bahwa tidak akan ada lagi perusahaan yang menahan masa depan seseorang di dalam kardus.

Tapi tetap, satu pertanyaan menggantung di udara, lebih pekat dari kabut di Tanjung Perak, di mana Jan Hwa Diana?

Tidak ada yang tahu. Tidak ada yang melihat. Apakah ia menyesal? Apakah ia sadar bahwa 31 lembar ijazah bukan cuma kertas, tapi tiket hidup seseorang? Ataukah… ini semua bagian dari strategi bisnis yang tidak kita pahami? Yang jelas, rakyat menunggu. Kamera siap menyala. Sutradara sudah ambil posisi. Season selanjutnya mungkin akan berjudul, “Dari Dalam Gudang, Kami Akan Bersaksi.”

Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.