Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Panasnya suhu politik di negeri kita, belum seberapa dibandingkan dengan negeri sebelah, Filipina. Negara kepulauan ini sedang bersiap memberhentikan (makzul) wakil presidennya. Siapkan kopinya, wak! Kisah politik ini cukup dijadikan teman sambil nongkrong di kafe di malam minggu.
Manila, 2025. Angin politik berhembus kencang dari Pasig ke Den Haag, membawa aroma skandal, ambisi, dan sedikit bau formalin demokrasi yang mulai membusuk di balik layar kekuasaan. Sara Duterte, Wakil Presiden Republik Filipina, perempuan tangguh yang pernah dianggap pewaris sah dinasti Duterte yang menakutkan, kini berdiri di tepi jurang pemakzulan. Bukan sekadar cekcok politik biasa, ini adalah Battle of the Dynasties, satu level di atas drama Korea dan dua level di bawah Perang Dunia.
Sidang pemakzulan dijadwalkan pada 3 Juni 2025, setelah DPR Filipina dengan penuh semangat, dan mungkin juga dendam lama yang baru dipanaskan, menggolkan keputusan untuk menggulingkan sang Wakil Presiden. Tuduhan? Bukan cuma sekadar salah parkir atau telat lapor SPT. Sara dituduh menyelewengkan dana rahasia negara sebesar lebih dari setengah miliar peso, termasuk likuidasi 125 juta peso hanya dalam waktu 11 hari. Sebelas hari! Itu bukan likuidasi, itu tsunami keuangan. Dalam hitungan jam, duit negara menguap lebih cepat dari air mata fans K-pop yang idola mereka skandal pacaran.
Namun dosa finansial itu belum seberapa dibanding tuduhan utama yang bikin Hollywood pun merasa terintimidasi, dugaan bahwa Sara terlibat dalam rencana pembunuhan Presiden Ferdinand Marcos Jr., lengkap dengan Ibu Negara dan Ketua DPR sebagai bonus target. Tentu saja, ini bukan “sekadar sindiran”, melainkan sebuah insinuasi penuh api yang langsung menyulut kecurigaan, apakah Wakil Presiden sedang bermain catur atau sedang mencoba menjadi Daenerys Targaryen dalam versi Tropis?
Tapi drama tidak berhenti di Senat. Jauh di Belanda sana, Rodrigo Duterte, ayahanda tercinta, simbol otoritarianisme maskulin, dan mantan presiden paling kontroversial di kawasan Asia Tenggara, tengah duduk manis di tahanan Mahkamah Kriminal Internasional. Ia ditangkap di Bandara Internasional Manila pada 11 Maret 2025, diborgol seperti bintang rock yang kehabisan tiket konser, lalu diterbangkan ke Den Haag untuk menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ya, manusia. Bukan cicak, bukan tikus. Manusia. Ribuan di antaranya tewas tanpa proses hukum dalam kampanye anti-narkoba ala Duterte, antara 2016 hingga 2022. ICC tetap ngeyel punya yurisdiksi, meskipun Filipina sudah keluar dari lembaga itu sejak 2019. Hukum internasional rupanya masih punya dendam yang belum terbayar.
Kini, Marcos Jr., presiden yang mewarisi nama besar dan trauma nasional dari ayahnya, berbalik arah. Dulu ia bersekutu dengan keluarga Duterte, membangun koalisi seperti dua naga politik yang menyatukan kobaran napas. Tapi sekarang? Marcos mendukung penuh proses hukum ICC, menandai keretakan yang lebih parah dari fondasi rumah tangga selebriti.
Di tengah medan laga ini, rakyat Filipina berdiri terbagi, sebagian berteriak membela Duterte, menyebut ini semua konspirasi politik tingkat Illuminati, yang lain mengibarkan panji pro-Marcos, menyerukan bahwa negara harus bersih dari korupsi dan potensi pembunuh presiden. Aktivis sipil, seperti biasa, sibuk menulis laporan panjang yang dibaca setengah halaman lalu dilupakan esok pagi.
Apakah Sara Duterte akan dimakzulkan dan dikubur kariernya di buku sejarah gelap? Atau justru bangkit seperti Phoenix politik dengan baju besi antipeluru? Satu hal yang pasti, politik Filipina sudah bukan lagi soal kepemimpinan. Ini soal siapa yang menulis naskah drama dan siapa yang cukup gila untuk memerankannya.
Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak
Komentar0