TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Republik Tertawa Dalam Sunyi

Oleh : Rosadi JamaniKetua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Tulisan ini agak berat, wak! Perlu kopi tanpa gula serta alunan musik agar tetap tenang, encer, dan waras. Ini soal tentara menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia.

Tentara sudah menjaga kantor kejaksaan sejak 6 Mei 2025. Sampai sekarang, masih. Para prajurit masih belum ditarik ke barak. Semenjak itu spekulasi masyarakat terus bermunculan. “Pasti ada peristiwa besar mau terjadi!” kata yang satu. “Ini pertanda akhir zaman hukum!” seru yang lain. Akan muncul koruptor kakap yang tertangkap. Coba rasakan sekarang. Tak ada peristiwa besar, tak ada tangkapan kakap. Apa yang dispekulasikan, “Sian (tak ada),” kata orang Sambas.

Yang ada hanya drama ijazah Jokowi yang terus menggelinding seperti ban truk tanpa rem di jalan menurun. Seru tapi membingungkan. Sementara korupsi? Seolah terserap ke lubang hitam waktu. KPK? Kejaksaan? Polisi? Mereka tiba-tiba jadi seperti trio boyband yang pensiun dini, adem, ayem, dan diam.

Namun, seolah menebus kesunyian yang terlalu panjang, pada sepuluh hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto, langit hukum pecah. Petir memberantas korupsi menyambar di berbagai titik. Kejaksaan Agung, KPK, bahkan entitas hukum yang biasanya malu-malu kucing tiba-tiba tampil percaya diri seperti peserta audisi Indonesian Idol. Ada 28 koruptor yang sukses ditangkap. Ini bukan jumlah biasa. Ini seperti Indonesia masuk mode bonus stage. Dari kasus PT Asset Pacific dengan penyitaan uang hampir Rp1 triliun, hingga kasus korupsi dana desa Talang Renah senilai Rp780 juta, semua ditangkap, ditahan, ditulis, dipublikasikan.

Drama terus berlanjut. Tiga hakim PN Surabaya ditangkap karena diduga memberikan vonis bebas kepada pengacara Ronald Tannur. Di belakang panggung, Lisa Rahmat dan eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar ternyata ikut main. Penonton pun ternganga. Ini bukan sekadar teater hukum, ini opera sabun versi hukum Indonesia. Lalu, ada 12 ASN ATR/BPN Sumatera Barat yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi tol Padang-Pekanbaru. Rugi negara? Rp27 miliar. Tentu saja, angka yang cukup besar untuk membangun ratusan lapangan futsal atau membeli segunung kopi liberika.

Namun, klimaks sebenarnya adalah Pertamina. Iya, Pertamina, perusahaan negara yang kerap disebut “tulang punggung energi nasional,” ternyata punya sisi gelap senilai Rp193,7 triliun. Angka ini terlalu besar untuk dipahami. Bahkan kalkulator pun menyerah. Ada tujuh tersangka. Dari Direktur Utama Patra Niaga hingga tiga broker misterius yang mengoplos bahan bakar seperti dukun minyak palsu. Rakyat? Dapat BBM mahal bercampur kebohongan. Negara? Merugi ratusan triliun. Tapi untunglah, Prabowo bersumpah akan membersihkan Pertamina bersih sampai licin.

Belum sempat napas publik kembali normal, muncul kabar lain. Korupsi Timah, rugi negara Rp271 triliun. Dana hibah NPCI sebesar Rp122 miliar diselewengkan. Kasus impor gula melibatkan Tom Lembong dan kerugian Rp400 miliar. Bahkan revisi UU BUMN yang baru disahkan justru dicurigai menjadi jubah siluman bagi para koruptor agar bisa bebas dengan legalitas penuh gaya.

Lucunya, mantan Ketua BPK Hadi Poernomo, yang dulu pernah jadi tersangka kasus korupsi pajak, kini diangkat sebagai Penasihat Khusus Presiden. Ini bukan parodi. Ini kenyataan. Karena di republik ini, pengampunan dosa tampaknya bisa dibeli dengan CV yang mentereng dan kenalan yang mengakar sampai ke langit-langit istana.

Entah kebetulan atau tidak, RUU Perampasan Aset yang digadang-gadang sebagai senjata pamungkas pemiskinan koruptor masih ngendon di ujung kertas. Seperti janji mantan yang tidak pernah ditepati, ia hanya muncul ketika hendak dibahas, lalu lenyap bersama musim hujan.

Ketika TNI jaga Kejaksaan dan korupsi malah rebahan. Kita semua hanya bisa berkata dalam hati, mungkin, ini bukan negara gagal, melainkan negara yang sedang berakting terlalu total. 

Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.