TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Rakyat Aceh Masih Sabar, Akan Ketemu Mendagri

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Di malam murung penuh luka geospiritual, Aceh kembali dirundung kabut ketidakadilan yang menggumpal dalam bentuk empat pulau suci: Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Besar. Atau kini, secara administratif, dan secara magis, telah berubah menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Hal ini berdasarkan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Sebuah surat keputusan yang mungkin diketik dengan jari-jari yang tak mengenal peta sejarah. Aceh pun tercekat. Jantungnya terselip di peta Sumut, tanpa upacara, tanpa salam perpisahan.

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, atau Mualem, yang terkenal bisa mengenang masa kesultanan hanya dari hembusan angin laut, menolak mentah-mentah ajakan kerja sama dari Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Kerja sama? “Macam mana kita duduk bersama, itu kan hak kita!” teriak Mualem, hampir membelah angin Pendopo dengan suara lantang penuh kenangan maritim. Rakyat Aceh mengangguk pilu. Di warung kopi, di masjid, di grup WhatsApp alumni SMA, semua sepakat, ini bukan sekadar tanah, ini soal martabat yang dijadikan lampiran SK.

Sementara Bobby Nasution bermimpi besar melihat potensi pariwisata dari empat pulau itu, mungkin hotel, jet ski, atau drone festival, Mualem justru bermimpi tentang generasi Aceh yang tumbuh dengan tahu sejarahnya sendiri, bukan sejarah versi peta terkini. Ketika Bobby menyebut, “Secara geografis bagus, pariwisatanya pasti menarik,” rakyat Aceh menjawab dalam diam, “Tapi itu bukan punyamu, Lae.”

Presiden Prabowo Subianto belum mengeluarkan satu pun kalimat dari mulutnya tentang pemindahan pulau ini. Sunyi. Hening. Padahal rakyat Aceh sedang terbakar emosinya, seperti bubuk kopi yang lupa disiram air panas. Beberapa pengamat politik dan tokoh masyarakat mulai mendesak, “Pak Prabowo harus turun tangan! Ini bukan soal pariwisata, ini soal perdamaian!” Mereka meminta sang presiden memerintahkan Tito Karnavian, sang Menteri Dalam Negeri, untuk membatalkan keputusan absurd ini sebelum luka sejarah kembali menganga.

Tapi sejauh ini, tak ada angin dari Istana. Hanya berita-berita menggantung seperti layang-layang putus. Rakyat Aceh pun mulai bertanya-tanya, “Apakah empat pulau ini dikorbankan demi stabilitas birokrasi? Atau hanya karena kursor digital Kemendagri salah geser di Google Earth?”

Mualem tak tinggal diam. Tanggal 18 Juni, ia bersama pasukan sejarah dan dewan adat Aceh akan berangkat ke Jakarta, bukan untuk pelesir, tapi untuk menuntut keadilan teritorial yang dicuri diam-diam. Ia akan membawa dokumen, peta tua, dan mungkin air laut dari pesisir sebagai bukti spiritual. “Pendekatan kekeluargaan dulu,” katanya, meski wajahnya jelas siap untuk battle royale administratif.

Aceh kini tak hanya terluka. Aceh dikhianati oleh sistem yang seharusnya menjaga. Rakyat Aceh kecewa. Sangat kecewa. Bahkan langit Meulaboh hari ini tampak lebih gelap dari biasanya, seperti turut berkabung atas penghilangan diam-diam empat anak tanah yang selama ini dipeluk sejarah dan adat.

Di tengah gemuruh itu, muncul satu bisikan lirih dari seorang nelayan tua di Pulau Mangkir Ketek: “Dulu kami dijajah karena kaya. Sekarang kami dicabut dari peta, hanya karena terlalu kecil untuk dipertahankan.”

Di Aceh, langit tampak lebih muram dari biasanya. Burung-burung terbang rendah, seolah tahu bahwa batas wilayah kini tak lagi ditentukan oleh alam, tapi oleh tinta kebijakan pusat. Rakyat Aceh masih menunggu, tapi hati mereka sudah merasa diasingkan. Di mana-mana, terdengar satu kalimat lirih yang diucapkan dalam berbagai dialek, “Kembalikan pulau kami. Jangan kau ambil sejarah dengan cara yang diam.”

Indonesia, dengarlah. Pulau-pulau itu mungkin kecil, tapi di dalamnya ada hati Aceh. Hati yang dipermainkan, bisa menjadi ombak yang menenggelamkan.

Hanya berharap, setelah ketemu Mendagri, persoalannya beres. Bawakan kopi Gayo, diajak ngopi bareng. Setelah itu, SK dibatalkan, karena hanya itu obatnya. 

Publisher : Timnas M-Krimsus#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.