Melawi, Kalimantan Barat – 1 Juni 2025 /Monitorkrimsus.com
Isu dugaan pelanggaran dalam distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah pedalaman Kalimantan kembali mencuat. Klarifikasi dari pengelola SPBU 6679603 Laman Mumbung atas pemberitaan dugaan penyimpangan penyaluran BBM justru disambut dengan sorotan balik oleh pemerhati hukum energi dan masyarakat sipil.
Sejumlah aktivis menilai, klarifikasi sepihak dari pihak SPBU 6679603 tidak serta-merta dapat dijadikan pembenaran atas potensi pelanggaran di lapangan. Pasalnya, distribusi BBM bersubsidi diatur secara ketat melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menegaskan bahwa setiap kegiatan distribusi harus transparan, akuntabel, dan diawasi secara ketat oleh publik maupun aparat penegak hukum.
“Pasal 28 ayat (1) UU Migas menyatakan bahwa kegiatan usaha hilir migas wajib mendapatkan izin dari pemerintah. Sementara ayat (2) mewajibkan distribusi dilakukan dengan prinsip keterbukaan dan tidak merugikan masyarakat,” ujar Febriansyah, pemerhati kebijakan energi dari Lembaga Transparansi Publik.
Ia menambahkan bahwa Pasal 53 UU Migas secara eksplisit memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran dalam pengangkutan, penyimpanan, dan penyaluran BBM yang tidak sesuai izin.
Publik Berhak Mengawasi, Media Tidak Bisa Dibatasi
Menanggapi pernyataan pengelola SPBU yang menyoal etika jurnalis, aktivis media dan advokat kebebasan pers menilai bahwa wartawan memiliki hak konstitusional untuk melakukan peliputan di ruang publik, termasuk dalam hal pengawasan distribusi BBM yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Jika distribusi BBM bersubsidi menyangkut dana negara dan hak masyarakat, maka media berhak mengawasi. Ini bukan soal sopan santun, tapi soal pengawasan publik,” tegas Lina Kartikasari, Direktur Advokasi Media Watch Indonesia.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga melindungi jurnalis dalam menjalankan tugas kontrol sosial. Dalam Pasal 6 huruf d, disebutkan bahwa pers nasional melaksanakan fungsi sebagai kontrol sosial dan memberikan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Klaim Patuh Aturan Tak Menghapus Kewajiban Audit Publik
Meski pihak SPBU menyatakan telah mematuhi prosedur distribusi kepada masyarakat dan subpenyalur, publik tetap memiliki hak untuk mengetahui mekanisme penyaluran—termasuk memastikan tidak terjadi penyimpangan seperti penimbunan, pengalihan BBM bersubsidi ke industri, atau kolusi dalam pengalokasian kuota.
“Jangan hanya berlindung di balik klaim patuh aturan. Apakah distribusi dilakukan tepat sasaran? Apakah BUMDes menerima BBM sesuai peruntukannya? Siapa yang mengawasi? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab secara terbuka,” tegas Febriansyah.
Penutup: Tidak Ada yang Kebal dari UU Migas
Undang-Undang Migas dan seluruh regulasi turunannya tidak membedakan perlakuan terhadap SPBU besar atau kecil. Semua wajib tunduk pada regulasi distribusi, terlebih yang menyangkut BBM subsidi—yang dibiayai APBN dan ditujukan untuk masyarakat rentan secara ekonomi.
Pengawasan oleh media dan masyarakat adalah bagian dari tata kelola yang sehat. Justru, tanpa pengawasan publik, potensi penyimpangan makin besar. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 55 UU Migas, pelanggaran terhadap distribusi BBM dapat dipidana maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Reporter: Tim /RED
Sumber : Red/G Kalbar
Sumber Hukum:
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas
Permen ESDM No. 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran BBM
Komentar0