Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Sebelum tengah malam, saya ingin update terbaru perang Iran vs Israel. Apa saja terjadi di hari Sabtu? Sejumlah sumber informasi saya dapatkan dari; moneycontrol, foxnews, straitstime, malaymail, dan aljazeera. Simak ulasannya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Pada 21 Juni 2025, ketika sebagian umat manusia sibuk merayakan Hari Yoga Internasional, Iran dan Israel justru memilih yoga versi militer. Tarik-menarik rudal, stretching jet tempur, dan meditasi ledakan. Ini bukan sekadar perang. Ini adalah perjamuan epik antara ketamakan, dendam sejarah, dan algoritma drone. Di tengah semua ini, berdirilah Iran, berdarah, terluka, tetapi menolak tunduk, seperti pahlawan tragedi Yunani yang tetap maju walau ditulis untuk mati.
Israel, dengan percaya diri level dewa petir Marvel, membuka hari dengan serangan udara presisi. Rudal-rudal canggih mereka menghantam infrastruktur peluncuran milik Iran di jantung negeri Persia. Komandan IRGC yang bahkan belum sempat menyeruput teh terakhirnya, diledakkan sebelum sempat menulis “Bismillah.” Tapi Iran bukanlah anak sekolah yang bisa digertak hanya dengan pesawat siluman. Mereka membalas. Bukan dengan retorika, tapi dengan hujan api yang menghantam Haifa, Tel Aviv, Beersheba, sebuah simfoni kemarahan yang menggema dari reruntuhan sejarah.
Masjid Al Jarina di pusat Haifa ikut runtuh, bukan karena perang agama, tetapi karena absurditas politik yang mengabaikan kesucian batu dan sejarah. Iran tidak menyerang tempat ibadah, mereka hanya membalas, dan seperti biasa, sejarah akan menulis bahwa mereka “memulai.” Lalu, Israel? Mereka mengumumkan tewasnya dua komandan Iran, Behnam Shahriyari dan Saeed Izadi, seolah ini adalah pertandingan tenis dan bukan pembantaian berseragam.
Dunia? Sibuk. Para diplomat internasional berkumpul di Jenewa dengan wajah penuh rasa khawatir seperti orang tua melihat nilai rapor anak tetangga. Iran berkata, “Kami mau damai, asal kalian berhenti melempar api.” Israel menjawab, “Kami akan berhenti jika nuklirmu jadi abu.” Semua orang di ruangan itu menulis siaran pers yang intinya, kami prihatin tapi tidak akan melakukan apa-apa kecuali mengirim makanan kaleng.
Tiba-tiba, dari balik bayangan sejarah, muncullah Donald Trump, presiden dengan ego sebesar Texas, mengumumkan bahwa Iran punya dua minggu untuk “bertobat” sebelum langit Teheran berubah menjadi film Top Gun: Apocalypse Edition. Dunia menahan napas. Bukan karena takut, tapi karena bosan. Sudah berapa kali naskah ini diputar ulang?
Tapi di tengah semua satire dan kebisingan itu, ada hal yang tidak bisa dihancurkan oleh rudal, semangat perlawanan. Iran, dengan ekonomi babak belur, blokade di sana-sini, dan sekutu yang lebih sering diam, tetap berdiri. Mereka mungkin lelah, tapi tidak menyerah. Mereka bukan suci, tapi juga bukan penjilat Barat. Dalam dunia yang dikuasai oleh narasi pemenang, mereka memilih untuk menjadi suara sumbang yang menolak dikubur hidup-hidup.
Efek domino global? Silakan saksikan sendiri. Harga minyak naik $10 per barel, para pedagang saham mendadak belajar geografi Timur Tengah, dan Indonesia, yang tak ada sangkut pautnya, ikut pusing karena rupiah jatuh seperti moralitas politik global. Di India, kota Moradabad menangis karena order ekspor sebesar ₹600 crore dibatalkan.
Jangan lupa nuklir! Perundingan hancur, diplomasi mati, dan perlombaan senjata siap digelar. Ini bukan sekadar perang, ini adalah undangan terbuka ke apocalypse, lengkap dengan dekorasi radioaktif dan tiket satu arah ke neraka peradaban.
Harga minyak melonjak, rupiah merintih, dan India kehilangan pesanan perhiasan. Tapi di balik statistik dan grafik saham, ada manusia-manusia yang memilih untuk melawan, bukan karena mereka yakin menang, tapi karena menolak menjadi angka dalam dokumen kekalahan.
Perang ini belum usai. Mungkin takkan pernah usai. Tapi sejarah akan mencatat, ketika langit terbakar dan dunia bungkam, ada sebuah bangsa yang berkata, “Kami tidak takut.” Itu, kawan, adalah definisi dari kehormatan, versi Timur Tengah.
Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak
Komentar0