TSriBSA8GfrlBSClGpMiGpYoGi==

Wakil Ketua DPR Walkout Gara-gara Sembilan Kata Bahasa Inggris

PONTIANAK // Monitorkrimsus.com

Ada saja ulah wakil rakyat kita. Saya tak tahu, apakah ini bagian pembela Bahasa Indonesia atau hanya sekadar tampil beda. Nanti, kalianlah yang menyimpulkan. Siapkan kopi tanpa gulanya, wak!

Di bawah langit biru cerah Bandung, pada 15 Juni 2025, terjadi sebuah peristiwa kenegaraan yang seharusnya sakral: pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tapi siapa sangka, acara yang semula khidmat itu berubah menjadi drama kolosal kebahasaan. Bukan karena listrik padam, bukan pula karena rektor lupa teks. Tidak. Ini jauh lebih serius, ada sembilan istilah atau kata dalam bahasa Inggris terucap dalam sumpah jabatan.

Saat itulah... Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, bangkit dari kursinya. Dengan sorot mata tajam seperti pahlawan reformasi yang kecewa berat, beliau walkout. Ya, benar. Beliau tidak sekadar menoleh sinis atau menghela napas panjang. Beliau meninggalkan ruangan dengan kecepatan dan determinasi yang hanya bisa ditandingi oleh aktivis bahasa.

Apa yang begitu mengguncang batin seorang wakil rakyat? Kalimat yang terucap dalam sumpah rektor itu adalah,

“...serta menjunjung tinggi prinsip value for value, full commitment, no conspiracy, dan defender integrity"

Kalau saya hitung ada sembilan kata. Sembilan kata asing. Seluruh eksistensi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bahasa dan Lambang Negara terasa terinjak-injak di depan publik. Cucun pun sontak berubah dari politisi menjadi pendekar bahasa, membela martabat ibu pertiwi yang dipreteli oleh frasa-frasa asing penuh gaya korporat.

Padahal jika disimak dengan akal sehat, seluruh bagian awal sumpah jabatan itu disampaikan dalam bahasa Indonesia. Ya, nyaris 99,5% sumpah itu dalam bahasa kita tercinta. Tapi siapa peduli? Ini bukan matematika, ini kehormatan bangsa! Ujar para komentator dadakan di media sosial, sambil membubuhkan tagar #SaveBahasaIndonesia dan #WalkoutBersamaCucun

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pun kena getahnya. Cucun mendesak mereka untuk memberikan “pembinaan” kepada UPI. Mungkin akan ada pelatihan darurat “Cara Bersumpah Tanpa English” atau pendirian Posko Rehabilitasi Kampus Terluka Bahasa. Sebab hari ini UPI, besok bisa-bisa ITB bersumpah pakai machine learning language model GPT-style.

Yang paling ironis, masyarakat yang sempat menyimak video utuhnya pelantikan pun terheran-heran. Karena tidak ada dominasi bahasa Inggris. Hanya sembilan kata, itu pun di bagian penutup, dan bersifat simbolik. Tapi tetap saja, luka itu terasa dalam. Seperti digigit kamus Oxford di malam sunyi.

Beberapa ahli bahasa menilai ini hal biasa dalam dunia akademik global. Tapi Cucun bukan akademisi, dia pejuang bahasa. Kalau Bung Tomo dulu teriak “Merdeka atau Mati!”, Cucun kini berseru “Bahasa Indonesia atau Walkout!”

Kita, terutama tukang ngopi, semua tersentak.

Rektor tetap dilantik. Mahasiswa tetap kuliah. Tapi Indonesia? Ia bertanya-tanya, apakah sembilan kata cukup untuk mengundang badai? Apakah kita benar-benar sebegitu rapuh? Atau justru inilah bentuk cinta sejati kepada bahasa ibu, cinta yang siap meninggalkan ruangan demi satu koma bahasa asing?

Akhirnya, pelantikan ini akan tercatat dalam sejarah bukan karena siapa yang dilantik, tapi karena siapa yang pergi. Kepada Pak Cucun, bangsa ini berutang satu hal, drama yang tak akan pernah kita lupa.

Semoga bahasa Indonesia tetap berjaya. Semoga, besok-besok, kita cukupkan saja sumpah jabatan dengan dua kata sakti, “Sah, Bos!”

Publisher : Timtas M-Krimsus#camanewak

Komentar0

Type above and press Enter to search.