Oleh & Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
Pontianak,Kalbar / Monitorkrimsus.com
Pulau terbesar di Indonesia, ya Kalimantan. Pulau paling kaya dengan SDA melimpah. Tapi, rakyatnya banyak miskin. Apa penyebabnya? Salah satunya, korupsi. Dari lima provinsi yang mendiami Borneo Island, provinsi mana tertinggi korupsinya? Siapkan kopi tanpa gulanya, wak!
Di balik desir angin tropis dan bisikan sunyi orangutan, Kalimantan ternyata bukan cuma surga karbon dan paru-paru dunia. Ia juga panggung megah untuk drama kolosal berjudul "Korupsi Tanpa Henti: Edisi Pulau Borneo". Lima provinsi hadir sebagai aktor utama. Dari Kalbar hingga Kaltara, semua ikut casting, tapi hanya satu yang benar-benar bersinar, dalam hitungan kasus, tentu saja.
Tahun 2025, Kalimantan Tengah tampil menawan. Dengan 21 kasus korupsi resmi dari Kejaksaan, Kalteng berhasil menumbangkan semua pesaingnya. Sebuah prestasi yang membuat mafia anggaran bisa angkat gelas dan bersulang: "Untuk rakyat, kami curi lebih banyak lagi!" Tak tanggung-tanggung, dari proyek lele di desa hingga pengadaan fiktif di kantor dinas, semua dibabat habis dengan ketelatenan bak petani panen sawit. Jika ada Piala Oscar Korupsi, Kalteng mungkin sudah tiga tahun berturut-turut mengangkat piala sambil tersenyum santun di balik rompi oranye.
Tapi jangan lupakan Kalimantan Selatan. Ia tak mau kalah. Dengan 31 kasus di tahun 2024 dan kerugian mencapai Rp18 miliar, Kalsel seperti berkata, “Siapa bilang kami cuma jago bikin soto Banjar? Kami juga jago menguapkan uang negara!” Rakyat mungkin belum sempat mencicipi anggaran pembangunan, tapi para oknum sudah kenyang duluan, bukan dengan nasi, tapi dengan aroma APBD yang menggiurkan.
Sementara itu, Kalimantan Timur, ah, Kaltim yang malang. Meski disebut-sebut sebagai masa depan Indonesia karena menjadi rumah Ibu Kota Negara (IKN), toh tetap tak bisa lari dari bayang-bayang masa lalu yang korup. Dengan 13 laporan dugaan korupsi, dan kasus manis dari PT Kaltim Kariangau Terminal senilai Rp10 miliar, Kaltim sedang latihan akting untuk peran utama tahun depan. Gubernur pun sempat berkoar soal integritas, tapi skor MCP (Monitoring Center for Prevention) mereka masih di angka 73,22, cukup bagus jika itu nilai ujian anak SMP, tapi sayangnya ini skor integritas pemerintah.
Kalbar tampil lebih kalem. Ia mencetak nilai SPI (Survei Penilaian Integritas) sebesar 72,37. Hebat? Tentu. Tapi juga ironis. Karena dalam kompetisi di mana yang tidak mencuri dianggap tidak waras, skor integritas tinggi justru terdengar seperti kutukan. Kalbar seperti anak baik di kelas nakal, dipuji guru, tapi di-bully teman.
"Bukannya bulan kemarin diobok-obok KPK, Bang."
"Ssst...! Cukup kite jak yang tahu." Ups
Kaltara? Ah, provinsi ini misterius seperti legenda hantu penunggu sungai. Tidak ada data korupsi. Kosong. Apakah ini berarti suci dan murni? Ataukah mereka hanya sedang main bersih ala politikus, licin, luwes, dan tak meninggalkan jejak?
Sungguh, korupsi di Kalimantan bukan sekadar kejahatan. Ia adalah seni. Ia adalah fashion show tahunan di mana setiap provinsi menampilkan koleksi baru dalam gaya penggelapan dana, manipulasi proyek, dan mark-up tak berperasaan. Rakyat? Mereka tetap datang menonton, memuji, lalu muak. Lalu memuji lagi. Lalu muak lagi. Begitu terus seperti sinetron abadi.
Di tengah absurditas ini, filsafat korupsi terus bergema dari balik gedung-gedung pemerintah, "Kami korup bukan karena miskin, tapi karena lapar akan kehormatan, dan nasi kotak dari tender fiktif."
Akhirnya, yang benar-benar kaya adalah ironi. Di tanah dengan tambang emas, batu bara, dan kekayaan hutan tak terhingga, yang dicuri bukan hanya uang, tapi juga harapan.
Selamat datang di Kalimantan Raya, di mana hutan makin gundul, dan kantong para elite makin tebal.
Publisher : Krista#camanewak
Komentar0