Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Banyak followers bertanya, “Bang, apa lanjutan cerita makan gratis di nikahan anak KDM? Bagaimana pertanggungjawabannya?” Wajar sih kalau banyak bertanya demikian. Tentu pertanyaan publik, siapa yang bertanggung jawab? Mari kita ungkap sambil seruput kopi di malam minggu.
Hari itu, Jumat 18 Juli 2025, langit Garut seolah bersiap menyambut pesta megah, sepasang anak manusia yang bersatu dalam mahligai cinta. Maulana Akbar, anak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, menikah dengan Putri Karlina, Wakil Bupati Garut. Sebuah pernikahan yang tak hanya menyatukan dua insan, tapi juga dua dinasti kekuasaan. Resepsi digelar di Gerbang Barat Alun-alun Garut. Harusnya, ini jadi hari yang manis. Tapi Tuhan, rupanya, memesan satu paket tragedi lewat jasa pengiriman ekspres bernama "antusiasme warga + makan gratis".
Dari pagi, warga mulai berdatangan. Tak ada undangan, tak ada barcode, cukup dengar kabar angin bahwa akan ada prasmanan rakyat. Resepsi ini bukan sekadar pesta, ini sudah seperti event langka semacam gerhana matahari total ditambah diskon 90% di minimarket. Semua orang ingin hadir. Bahkan yang habis salat Jumat pun langsung migrasi massal menuju lokasi, mengganti niat ibadah dengan niat nyendok nasi uduk.
Pak Gubernur sebenarnya sudah melarang. Dua kali. Bahkan disampaikan langsung ke panitia, "Jangan bikin makan bersama warga, bahaya. Rakyat kita bukan level brunch di hotel bintang lima." Tapi manusia hanya bisa merancang. Alam semesta punya algoritma chaos tersendiri. Rizal, EO acara, bilang antisipasi sudah disiapkan. Polisi dikerahkan sampai 500 orang. Tapi 500 aparat melawan 5.000 warga kelaparan adalah seperti melempar cotton bud ke tsunami.
Lalu “kerusuhan” pun pecah, bukan karena ideologi, bukan karena orasi revolusioner, tapi karena dorong-dorongan rebutan nasi gratis. Di tengah kerumunan, orang mulai jatuh. Nafas tercekat. Teriakan panik bersahutan. Dalam kekacauan itu, tiga nyawa ditarik keluar dari panggung dunia. Cecep, anggota Polsek Garut, gugur saat mengevakuasi warga yang pingsan. Ia tak wafat dalam baku tembak, tapi dalam baku dorong. Seorang prajurit terakhir di tengah pesta yang salah strategi.
Dua korban lainnya, Vania Aprilia, bocah 8 tahun dari Sukamentri. Dewi Jubaedah, 61 tahun, warga Jakarta Utara. Mereka datang untuk melihat pesta, mungkin untuk mencicipi sepotong ayam goreng, tapi malah diantar pulang dengan keranda. Nama mereka kini abadi di daftar korban pernikahan paling surreal tahun ini. Bupati Garut bilang, ada total 26 korban. Tiga tewas. Sisanya luka-luka, beberapa karena sesak napas, kekurangan oksigen. Karena rupanya, oksigen pun ikut panik melihat begitu banyak manusia menumpuk seperti karung beras di gudang bantuan.
Pemkab Garut bergerak cepat. Semua biaya pengobatan ditanggung. Press release diluncurkan. Permohonan maaf diumumkan. Bahkan Pak Dedi Mulyadi alias KDMberkata, "Saya turut berduka cita. Saya bertanggung jawab." Kata-kata yang indah, dibungkus dalam bahasa negara. Tapi bagi keluarga korban, itu semua mungkin terdengar seperti gema dari ruang kosong.
Pernikahan ini tetap sah. Dua sejoli tetap bahagia. Tapi sejarah mencatat bahwa di tengah nasi, rendang, dan panggung seni, malaikat maut sempat hadir sebentar. Ia datang bukan untuk mencicipi hidangan, tapi untuk membawa pulang tiga jiwa yang tak masuk dalam daftar tamu.
Kita semua belajar satu hal, di Indonesia, kadang bukan perang, bukan pandemi, bukan gempa yang mematikan. Tapi... makan gratis.
Kini, alun-alun Garut tak hanya menyimpan kenangan cinta dua anak pejabat, tapi juga menjadi monumen tak resmi bagi tragedi logistik nasi kotak nasional. Apakah ini kesalahan EO? Kesalahan aparat? Atau kesalahan eksistensial manusia Indonesia yang tak pernah bisa menolak kata “gratis”?
Tak ada yang tahu. Tapi yang pasti, di negeri ini, kematian bisa datang lewat pintu mana saja. Bahkan lewat pintu tenda katering.
Selamat menempuh hidup baru, Maulana dan Putri.Semoga pernikahan kalian abadi, seperti kenangan tragis tiga nyawa yang datang tak diundang.
Foto Ai, hanya ilustrasi bukan kejadian sebenarnya.
Publisher : Krista#camanewak
Komentar0