Oleh :Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI dan anggotanya sedang menikmati fasilitas dari pajak rakyat. Dengan alasan, kunjungan kerja, uang negara 6,8 miliar mereka habiskan di Sidney, Australia. Padahal, rakyat sedang demo besar. Mari simak ulasannya sambil seruput kopi tanpa gula lagi.
Indonesia memang tanah surga. Bukan buat rakyat jelata, tapi buat wakil rakyat yang doyan plesiran. Ketika mahasiswa terbakar amarah, buruh turun ke jalan, rakyat kecil menjerit di depan gedung DPR, para anggota Komisi XI justru sedang duduk manis di pesawat kelas bisnis menuju Sydney. Dalihnya? Kunjungan kerja. Tujuannya? Revisi UU P2SK. Hasilnya? Foto-foto di Opera House, makan malam di restoran mewah, dan konon tiket marathon internasional yang entah bagaimana bisa muncul atas nama Mukhamad Misbakhun.
Bayangkan, 6,8 miliar rupiah melayang hanya untuk tiga kata, “kunjungan kerja Australia.” Angka itu bukan kecil, wak. Itu setara dengan biaya hidup seumur hidup satu kampung, atau kalau mau, cukup buat memborong semua mi instan di minimarket se-Indonesia selama seminggu. Tapi bagi dewan kita, 6,8 miliar itu cuma recehan parkir hotel bintang lima. Sungguh, rakyat harus bersyukur punya wakil yang begitu dermawan… dermawan pada dirinya sendiri.
Misbakhun dengan tenang membantah ikut Sydney Marathon. “Saya hanya daftar.” Kalimat ini harusnya dipatenkan jadi slogan resmi DPR, “Hanya daftar, tak perlu ikut.” Daftar rapat, tak perlu hadir. Daftar reses, tak perlu turun. Daftar jadi wakil rakyat, tak perlu wakili rakyat. Hebat kan? Kalau begitu, kami rakyat juga mau ikut logika ini, daftar bayar pajak, tapi tak perlu setor.
Lebih kocak lagi, mahasiswa Indonesia di Sydney sempat mendatangi rombongan dewan ini. Respons mereka? Kabur. Menghindar. Masuk limousine seperti artis Hollywood yang takut fans histeris. Padahal yang mengejar bukan paparazi, melainkan anak bangsa yang sedang menagih jawaban. Inilah potret wakil rakyat kita. Jago lari, tapi bukan di marathon, melainkan lari dari tanggung jawab.
Golkar pun kini jadi sorotan. Rakyat bertanya-tanya, apakah partai ini hanya berani menonaktifkan Adies Kadir, si bapak tunjangan 50 juta yang bikin rakyat migren, atau juga berani menertibkan Misbakhun dan kawan-kawan yang lagi piknik politik di Sydney? Kalau Golkar cuma pura-pura tegas, partai ini layak dicatat sebagai biro perjalanan paling mewah di republik.
Rakyat sudah lelah, wak. Harga naik, pajak mencekik, lapangan kerja seret. Sementara para dewan ini sibuk memilih menu wine di Four Season. Rakyat dikejar debt collector karena cicilan motor, mereka dikejar panitia Sydney Marathon karena nomor punggung sudah terdaftar. Rakyat tidur di rumah kontrakan bocor, mereka rebahan di kasur empuk hotel internasional. Perbandingan ini begitu absurd sampai-sampai semesta pun mungkin sudah malas menonton.
Golkar harusnya sadar. Jika masih mau bertahan di hati rakyat, segera nonaktifkan siapa pun yang ikut pesta miliaran di Australia itu. Jangan tunggu rakyat menonaktifkan Golkar langsung di kotak suara. Ingat, rakyat sekarang bukan sekadar muak, tapi sudah level mendidih, siap meluber ke jalan kapan saja.
Pada akhirnya, kisah Misbakhun dan kawan-kawan ini bukan sekadar soal marathon, melainkan maraton kesabaran rakyat. Bedanya, rakyat berlari tanpa sepatu, sementara wakil rakyat berlari sambil menghitung poin hotel reward. Kalau partai kuning itu tetap bungkam, siap-siaplah, kuning bukan lagi warna kejayaan, melainkan warna telur busuk yang dilempar rakyat ke pagar kantor partai.
"Bang, esok daftar ngopi di Hotel Indonesia, yok!"
"Bolehlah, daftarkan segera. Ingat tanpa gula ya, wak."
Publisher : Krista#camanewak
Komentar0