Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Entah kenapa, selalu ada followers saya minta “Bang, update dong kasus Lisa Mariana dan Kang Emil!” Sepertinya ramai ingin tahu ending dari skandal yang menghebohkan nusantara ini. Baiklah, inilah update terbaru kisah dua insan beda jenis kelamin dan kasta itu. Siapkan lagi kopi tanpa gulanya, wak!
Jakarta, 7 Agustus 2025. Di sebuah gedung megah bernama Bareskrim Polri, tiga manusia dan segunung rasa penasaran berkumpul. Bukan untuk lomba cerdas cermat atau bagi-bagi sembako, melainkan demi selembar kertas suci bernama hasil tes DNA. Ya, kisah cinta terlarang antara Ridwan Kamil dan Lisa Mariana kini memasuki babak final yang lebih menegangkan dari ending sinetron Ramadan.
Pagi itu, Ridwan Kamil datang lebih awal, bak mahasiswa tingkat akhir yang takut dosen pembimbing pulang cepat. Lisa dan anak perempuannya menyusul kemudian. Ia masuk dari pintu berbeda. Ya, seperti dua pemeran utama film India yang sedang menghindari tatapan penuh petir. Di dalam, jarum suntik dan kapas steril menunggu, seolah-olah berkata, “Mari kita buktikan siapa sebenarnya yang pantas disebut ‘Papa’.”
Pengambilan sampel dilakukan dengan darah dan air liur. Darah, simbol kehidupan. Air liur, simbol… ya, sesuatu yang sering keluar saat tidur siang. Semua diawasi KPAI agar tak ada drama ‘tes DNA palsu made in online shop’.
Lisa Mariana, dengan tatapan yang bisa memecahkan kaca spion mobil polisi, berkata, "Doain saja yang terbaik, semoga semuanya berjalan lancar tidak ada rekayasa." Kalimat sederhana, tapi mengandung bom waktu. “Tidak ada rekayasa” berarti dia mengakui bahwa dunia ini rawan skenario. Apalagi di negeri di mana kadang kebenaran harus antre karena sedang kalah populer dari gosip artis.
Ridwan Kamil pun tak mau kalah dalam pidato filsafatnya. Mantan gubernur Jawa Barat itu menegaskan bahwa tes DNA ini inisiatif dirinya sendiri. Alasannya? Supaya masalah ini “tidak berlarut-larut” dan masyarakat tidak terus-terusan disuguhi tontonan yang, katanya, “tidak sepenuhnya perlu jadi konsumsi publik.” Ironisnya, pernyataan itu disampaikan di depan kamera, di tengah wartawan yang sedang live di 12 platform berbeda.
Namun, di balik semua kata-kata diplomatis itu, terselip filosofi kuno, jika aa teteh ingin kebenaran, pergilah ke laboratorium. Jika sampeyan ingin drama, biarkan publik menebak-nebak.
Bagi yang belum update, kasus ini berawal dari Lisa yang mengaku punya hubungan gelap hingga melahirkan seorang anak dari Ridwan Kamil. Kang Emil menolak semua tuduhan itu, lalu melaporkan Lisa atas dugaan pencemaran nama baik. Pasal-pasal yang digunakan? Jangan tanya. Daftarnya panjang, seperti skripsi hukum 300 halaman, Pasal 51 ayat (1), Pasal 35, Pasal 48, Pasal 32, Pasal 45, hingga Pasal 27A UU ITE. Intinya, ini bukan sekadar drama, tapi drama dengan lampiran undang-undang.
Kini, semua mata tertuju pada satu hal, hasil tes DNA. Apakah kertas itu akan membuktikan cinta terlarang itu nyata, atau hanya rekayasa biologis ala teori konspirasi? Apakah publik akan mendapatkan jawaban, atau justru digantung selamanya seperti sinetron yang tiba-tiba ganti judul?
Yang jelas, di negeri ini, tes DNA bukan sekadar urusan genetik, ia adalah ritual sakral yang memadukan ilmu pengetahuan, gosip nasional, dan filsafat eksistensial: Siapakah aku? Dari mana asal-usulku? Dan mengapa semua orang ikut ribut?
Karena pada akhirnya, entah hasilnya positif atau negatif, satu hal sudah pasti, drama ini akan terus hidup di kepala publik. Seperti kata pepatah kuno versi infotainment, kebenaran mungkin bisa membebaskanmu, tapi gosip akan membuatmu abadi.
Yang jelas, tes DNA ini bukan lagi sekadar urusan laboratorium. Ini adalah pertarungan antara darah, air liur, ego, reputasi, dan rasa penasaran publik yang tak pernah kenyang. Dan di negeri ini, seperti kata pepatah yang belum sempat disahkan DPR, Skandal mungkin bisa mati, tapi rasa ingin tahu rakyat akan hidup selamanya.
Publisher : Krista#camanewak
Komentar0